Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Hino
Kab/Kota: Cilincing
Kasus: kebakaran
Ribuan Ton Limbah Elektronik Ancam Kesehatan Pemulung Anak-anak, Paling Banyak Sampah Televisi
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Save the Children merisil hasil riset Circular Geniuses yang membahas limbah elektronik. Dalam riset tersebut menunjukan total potensi limbah elektronik di Kota Makassar, Sulawesi Selatan mencapai 5.651 ton per tahun.
Menurut mereka, limbah elektronik ini sangat berbahaya bagi pemulung, khususnya anak-anak. Sebab, masih banyak anak-anak yang harus ikut bekerja sebagai pemulung di Makassar.
Anggota Save the Children, Troy Pantouw menyebutkan faktor utama anak-anak ikut dalam pengumpulan sampah di Makassar karena faktor ekonomi.
"Riset kami jelas memaparkan bahwa faktor ekonomi menjadi alasan utama orang tua memaksa anak-anak mereka bekerja sebagai pemulung. Hal ini menjadi lebih parah ketika anak-anak bekerja di sektor informal limbah elektronik karena hal itu tentu mengancam kesehatan dan keselamatan anak-anak," ungkapnya.
Baca Juga: Hino Luncurkan Truk Baru, Diklaim Aman Angkut Limbah yang Berbahaya
Sampah elektronik merupakan jenis limbah dengan pertumbuhan paling cepat di dunia, bahkan berpotensi menjadi sampah terbanyak kedua setelah limbah plastik dan tekstil.
Tidak jarang anak-anak pemulung juga terlibat dalam proses pemilahan yang tidak aman, misalnya, membakar plastik secara terbuka hingga membongkar komponen papan sirkuit dengan cara yang tidak aman.
Kondisi tersebut diperparah dengan tidak dilengkapinya mereka dengan peralatan keselamatan yang tepat sehingga dapat mengekspos diri mereka terhadap bahaya keselamatan dan kesehatan.
Tiga kecamatan di Makassar yang memiliki limbah elektronik terbesar adalah Kecamatan Makassar, Mamajang, dan Mariso.
Persentase jenis limbah pun beragam, terbanyak meliputi televisi sebesar 100 persen, ponsel 99,7 persen, kipas 93,2 persen, penanak nasi 88,7 persen, setrika 93,2 persen, kulkas 89,2 persen, laptop 76,4 persen, dan AC 49,5 persen.
Hasil riset menunjukkan masyarakat di Makassar mengelola limbah elektronik dengan cara 40 persen disimpan, 33 persen dijual, 20 persen diperbaiki, 4 persen dibuang, dan hanya 3 persen yang didaur ulang.
Limbah elektronik yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi polusi dan menghasilkan emisi, hingga berisiko mengganggu kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak, baik anak-anak yang terpaksa bekerja sebagai pemulung, maupun yang hidup di bantaran TPA (tempat pembuangan akhir). Hal ini terjadi secara global, termasuk di Kota Makassar.
“Saya tidak ingin menjadi pemulung, tetapi ibu memaksa kami untuk bekerja di TPA agar mendapatkan uang untuk sehari-hari. Seringkali saya ikut kakak mengumpulkan sampah. Saya berharap kita semua bisa bermain dan bersekolah secara normal seperti anak-anak lain," ujar Santi, pemulung berusia 13 tahun di Makassar.
Bahaya Limbah Elektronik
sampah elektronik atau e-waste adalah peralatan elektronik yang sudah tidak dapat digunakan, tidak terpakai atau tidak diminati lagi dan menjadi barang bekas dan perlu dibuang, dalam keadaan utuh ataupun tidak.
Baca Juga: Cara Mensos Atasi Masalah Sosial Warga Cilincing Jakarta, Dirikan Instalasi Air Bersih dan Mesin Olah Limbah
Mengacu pada PP 27 Tahun 2020 tentang pengelolaan sampah spesifik, sampah elektronik termasuk ke dalam sampah yang mengandung B3, dimana terdapat kandungan B3 di dalamnya dapat berdampak negatif terhadap manusia dan lingkungan jika tidak ditangani dengan tepat.
Sampah elektronik tidak boleh disatukan dengan sampah lainnya karena mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Beberapa bahan yang biasanya terkandung dalam sampah elektronik diantaranya komponen logam berat, yaitu merkuri, timbal, kromium, kadmium, arsenik, dan lain-lain.
Jika tidak dikelola dengan benar dan baik, limbah elektronik dapat berdampak negatif bagi lingkungan.
Limbah elektronik atau limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang masuk ke lingkungan, akan mengakibatkan asidifikasi tanah yang dapat merusak tanah, sehingga tanah tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam maupun dijadikan hunian. Selain itu, limbah ini juga dapat mencemari air tanah dan udara dengan zat berbahaya.
Tak hanya itu, jika limbah tersebut sudah mencemari lingkungan, zat-zat kimianya berbahaya terhadap kesehatan manusia. Limbah ini dapat menyebabkan kanker (efek karsinogenik), kerusakan jantung, hati dan limpa, otak kronis, bronkitis, bahkan potensi merusak DNA (efek mutagenik dan teratogenik).
Selain berdampak pada kesehatan secara tidak langsung, limbah jenis ini juga dapat berdampak langsung kepada manusia karena berpotensi mencelakakan manusia dengan ledakan, kebakaran, serta reaksi korosif.***
Sentimen: negatif (100%)