Sentimen
Negatif (100%)
16 Feb 2023 : 10.19
Informasi Tambahan

Kasus: HAM, pembunuhan

Tokoh Terkait
Brigadir Yosua Hutabarat

Brigadir Yosua Hutabarat

Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat

Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat

Nofriansyah Yosua Hutabarat

Nofriansyah Yosua Hutabarat

Wahyu Iman Santoso

Wahyu Iman Santoso

3 Alasan Ferdy Sambo Seharusnya Tidak Divonis Mati, Pakar: Kejam dan Tidak Manusiawi

16 Feb 2023 : 10.19 Views 4

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

3 Alasan Ferdy Sambo Seharusnya Tidak Divonis Mati, Pakar: Kejam dan Tidak Manusiawi

PIKIRAN RAKYAT - Peneliti Amnesty International Ari Pramuditya mengatakan vonis mati yang dijatuhkan majelis hakim pada Ferdy Sambo telah melanggar hak asasi manusia (HAM).

Ari Pramuditya memaparkan setidaknya ada 3 alasan terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo seharusnya tidak divonis mati.

Yang pertama, kata Ari, hukuman mati tetap melanggar HAM. Ia menuturkan hukuman berat pada Ferdy Sambo yang adil tidak harus menjatuhkan hukuman mati.

"Sehingga, penjatuhan hukuman mati sama saja dengan pelanggaran hak untuk hidup dan hak untuk tidak mengalami perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat," katanya.

Baca Juga: Update Penyelamatan Pilot Susi Air: TNI-Polri Klaim Berhasil Duduki Distrik Paro

Ia menekankan, apapun jenis dan sifat kejahatan seseorang, apapun latar belakang dan identitas pelaku, seharusnya bentuk hukuman bukanlah bentuk penyiksaan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan derajat.

Kedua, hukuman mati tidak langsung memperbaiki citra kepolisian. Ari mengatakan seberat apapun hukuman Ferdy Sambo, tidak bisa langsung memperbaiki citra polisi.

Sehingga, hukuman mati bukan jalan pintas untuk memperbaikinya. "Kapolri harus menyadari bahwa permasalahan internal lembaganya lebih luas dari kasus Sambo semata," katanya.

Baca Juga: Mahfud MD soal Vonis Ringan Bharada E: Hakim Punya Keberanian dan Objektif Membaca Fakta Persidangan

Ari mengatakan yang harus dilakukan Kapolri untuk menaikan citra polisi adalah mengevaluasi secara menyeluruh untuk mencegah kejadian terulang.

"Kapolri juga harus meninjau kembali kasus-kasus kekerasan lainnya yang melibatkan polisi dan memastikan penyelesaiannya transparan dan akuntabel," katanya.

Ketiga, hukuman mati kerap menjadi alat politik. Ari menjelaskan hukuman mati kerap digunakan di negara Iran dan Sudan sebagai alat politik.

Bahkan, kata Ari, pidana ini sering digunakan sebagai 'obat penenang' untuk warganya yang ketakutan.

"Namun, tak ada bukti bahwa hukuman mati lebih efektif dalam mengurangi kejahatan daripada hukuman penjara seumur hidup," katanya.

Ia menegaskan bahwa menentang hukuman mati, bukan berarti mendukung pelaku kejahatan lolos dari jerat hukum.

"Hukuman mati adalah gejala budaya kekerasan. Ia juga bukan solusi menghilangkan kekerasan," katanya.

Mejelis hakim memvonis Ferdy Sambo dengan hukuman mati. Ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso mengatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah dan melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana.

"Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan, menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso, di PN Jakarta Selatan, Senin 13 Februari 2023.

Sambo juga dinyatakan bersalah melakukan perusakan CCTV yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Berikut 7 poin yang memberatkan hukuman Ferdy Sambo:

Pertama, perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun.

Kedua, perbuatan terdakwa mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban.

Ketiga, perbuatan terdakwa menyebabkan kegaduhan di masyarakat.

Keempat, perbuatan terdakwa tidak pantas dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini Kadiv Propam.

Kelima, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata Indonesia dan dunia.

Keenam, perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya terlibat.

Ketujuh, terdakwa berbelit-beli, tidak mengakui perbuatannya.***

Sentimen: negatif (100%)