Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Ibadah Haji
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Nilai Manfaat Bukan Hanya Milik Jamaah yang akan Berangkat!
Bisnis.com
Jenis Media: Nasional
Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa dana Nilai Manfaat adalah hak semua warga yang sudah membayarkan setoran jemaah.
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri atas dua komponen yakni Biaya Perjalanan Ibadah Haji atau Bipih yang ditanggung oleh jemaah haji dan Nilai Manfaat yang bersumber dari hasil optimalisasi yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) terhadap dana Setoran Jemaah.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menjelaskan dalam Undang-Undang No 8 Tahun 2019, dijelaskan bahwa Nilai Manfaat adalah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi. Adapun Setoran Jemaah adalah sejumlah uang yang diserahkan oleh Jemaah Haji melalui Bank Penerima Setoran (BPS) Bipih.
“Jangan lupa nilai manfaat bukan punya yang mau berangkat saja, yang nunggu yang lebih banyak. Jadi kalau dihabisin sekarang, nanti yang nunggu repot,” tegas Pahala Nainggolan dalam keterangan resminya, Sabtu (28/1/2023).
Pahalan menuturkan bahwa mengingat Nilai Manfaat merupakan milik seluruh jemaah, dibutuhkan upaya untuk menjaga keberlanjutan nilai manfaat agar tidak tergerus dan habis. Sebagai gambaran, Pahala Nainggolan menjelaskan komposisi BPIH 2022.
Menurutnya, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 5 Tahun 2022, rata-rata BPIH 2022 sebesar Rp81,7 juta. Dari jumlah itu, rata-rata Bipih yang dibayarkan jemaah Rp39,8 juta atau 48 persen, sisanya diambil dari dana Nilai Manfaat sekitar 52 persen.
Dua bulan kemudian, pemerintah Arab Saudi menaikkan biaya layanan Masyair. Dengan demikian, terdapat kenaikan BPIH dengan rata-rata totalnya menjadi Rp98,3 juta. Sebagai respon atas kenaikan biaya di Saudi saat itu, terbit Kepres No 8 Tahun 2022. Meski demikian, jemaah tetap membayar Bipih rata-rata Rp39,8 juta.
“Waktu itu, diputuskan jemaah tidak menambah apapun sehingga nilai manfaat yang diambil dari BPKH tadinya hanya Rp4,2 triliun, karena ada kenaikan di sana menjadi Rp5,4 triliun. Ini ditetapkan dengan Kepres sebagai reaksi atas situasi saat itu. Akibatnya jemaah hanya menanggung 40 persen dari BPIH. Sementara nilai manfaat dan dana efisienai menanggung 59 atau hampir 60 persen,” urainya
KPK, kata Nainggolan, sudah meminta BPKH melakukan kajian keberlanjutan dana haji sejak 2020. Kajian itu juga sudah dilakukan dan sudah terlihat skemanya. Apalagi pada 2027 akan ada dua kali pemberangkatan jeamah haji. Itu berarti akan semakin banyak lagi dana akumulasi Nilai Manfaat yang harus disiapkan.
Sejalan dengan itu, KPK mendukung usulan adanya perubahan skema biaya haji demi keberlanjutan Nilai Manfaat. Sebab, Nilai Manfaat bukan hanya kepunyaan jemaah yang mau berangkat, tapi juga jemaah yang sedang menunggu dan itu jumlahnya lebih banyak. Sehingga, kalau habis dalam waktu dekat ini maka jemaah yang masih menunggu akan lebih repot lagi.
“Oleh karena itu, KPK mendukung dengan syarat efisiensi di dalam negeri, efisiensi di luar negeri, dan optimalisasi pengelolaan dana haji. Pada saat yang sama, masyarakat kita dorong transparansi komposisi biaya. Sebab, dengan komposisi 40 [Bipih] banding 60 [Nilai Manfaat] seperti 2022, kami pastikan bersama BPKH, kita hitung simulasinya, tidak akan berlangsung lama,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak Video Pilihan di Bawah Ini :
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
Sentimen: positif (100%)