Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Perang Dunia II
Kab/Kota: Gunung, Guntur
Fakta Gunung Krakatau Yang Pernah Menggelapkan Dunia Setahun
Akurat.co
Jenis Media: News

AKURAT.CO Krakatau atau dengan nama internasional Krakatoa (atau Rakata) adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di perairan Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra.
Nama Krakatau juga disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau). Gunung yang memiliki sejarah letusan dahsyat hingga dapur magmanya berhasil menghasilkan gunung baru yang kini eksis.
Ilustrasi Tiga Pulau Krakatau
Gunung Krakatau pernah meletus hebat tahun 535 M yang menyebabkan terbentuknya Selat Sunda, hilangnya peradaban orang Pasemah Lampung dan Salakanegara Banten selama sekitar 20-30 tahun.
baca juga:
Ledakan gunung ini menyebabkan tsunami, langit gelap, dan cuaca dingin. Pada tahun 1680, pernah terjadi letusan juga. Peristiwa itu pun masih berlanjut terulang kembali yang menyebabkan Krakatau sirna lagi karena letusan kataklismik pada tanggal 26-27 Agustus 1883.
Krakatau dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat pada tahun 1883. Awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudra Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai ke Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.
Gunung Krakatau Purba
Gunung Krakatau Purba adalah induk dari Gunung Krakatau yang letusan hebatnya berhasil dikenal satu dunia. Gunung ini diperkirakan lebih besar dari Gunung Krakatau ataupun Gunung Anak Krakatau.
Para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar). Letusan ini diperkirakan terjadi pada tahun 416 Masehi, mungkin dapat ditafsirkan dari kitab pedalangan Pustaka Raja Purwa yang isinya antara lain menyatakan:
Ilustrasi Gunung Krakatau Purba
"... ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatra"
Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks disebut Gunung Batuwara.
Menurut Pustaka Raja Purwa, tinggi gunung ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga per empat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang (Rakata Kecil) dan Pulau Sertung.
Gunung Krakatau
Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau.
Ilustrasi Meletusnya Gunung Krakatau
Sebelum letusan 1883, aktivitas seismik di sekitar Krakatau sangat tinggi. Pada saat itu, aktivitas ini tidak terlalu dihiraukan dengan serius. Letusan-letusan kecil sudah terjadi dengan awan hitam yang menjadi pertanda bahwa Gunung Krakatau siap 'bangun'.
Tanggal 25 Agustus, letusan semakin meningkat. Sekitar pukul 13.00 tanggal 26 Agustus, Krakatau memasuki fase paroksimal. Satu jam kemudian, para pengamat bisa melihat awan abu hitam dengan ketinggian 27 km (17 mi). Pada saat ini, letusan terjadi terus menerus dan ledakan terdengar setiap sepuluh menit sekali.
Pada 27 Agustus, empat letusan besar terjadi pukul 05.30, 06.44, 10.02, dan 10:41 waktu setempat. Pada pukul 5.30, letusan pertama terjadi di Perboewatan, yang memicu tsunami menuju Telukbetung. Pukul 06.44, Krakatau meletus lagi di Danan, menimbulkan tsunami di arah timur dan barat. Letusan besar pada pukul 10.02 terjadi begitu keras dan terdengar hampir 3.110 km (1.930 mi) jauhnya ke Perth, Australia Barat, dan Rodrigues di Mauritius (4.800 km (3.000 mi) jauhnya).
Penduduk di sana mengira bahwa letusan tersebut adalah suara tembakan meriam dari kapal terdekat. Masing-masing letusan disertai dengan gelombang tsunami, yang tingginya diyakini mencapai 30 m di beberapa tempat. Wilayah-wilayah di Selat Sunda dan sejumlah wilayah di pesisir Sumatra turut terkena dampak aliran piroklastik gunung berapi.
Gelombang tekanan yang dihasilkan oleh letusan kolosal keempat dan terakhir terpancar keluar dari Krakatau hingga ketinggian 1.086 km/h (675 mph). Letusan tersebut begitu kuat sehingga memecahkan gendang telinga para pelaut yang sedang berlayar di Selat Sunda.
Rekaman barografis menunjukkan bahwa gelombang kejut dari letusan terakhir bergema ke seluruh dunia sebanyak 7 kali. Ketinggian kabut asap diperkirakan mencapai 80 km (50 mi). Letusan mulai berkurang dan setelah 28 Agustus, Krakatau mulai tertidur kembali.
Gunung Anak Krakatau
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya.
Gunung Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau muncul dari masih aktifnya dapur magma Krakatau. Dapur magma ini adalah dapur yang sama saat meletusnya sang ibu.
Setiap tahunnya, Gunung Anak Krakatau bertambah besar dan tinggi. Hal ini disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Jika melihat cepatnya pertumbuhan Gunung Anak Krakatau, maka tidak menutup kemungkin akan terjadi letusan di suatu hari yang menyerupai letusan Gunung Krakatau 1883. Apabila hal tersebut terjadi, maka daerah yang paling terdampak yaitu kawasan Selat Sunda.
Fenomena revolusi Gunung Krakatau terjadi karena Indonesia termasuk dalam ring of fire. Hal tersebut membuat negara kita memiliki banyak gunung berapi. Sebagian besar gunung berapi yang ada di negara kita merupakan gunung berapi dengan letusan besar dan eksplosif.
Sentimen: negatif (100%)