Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Kasus: nepotisme
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Demokrat Minta MK Tolak Gugatan Pemilu Proporsional Tertutup
Akurat.co
Jenis Media: News

AKURAT.CO, Partai Demokrat meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) terkait sistem pemilu proporsional terbuka.
Kepala Badan Hukum dan Pengamanan Partai (BHPP) Demokrat Jakarta, Yunus Adhi Prabowo, mengatakan sesuai konstitusi, pemilu diselenggarakan untuk memilih wakil rakyat. Namun, kata dia, dengan sistem pemilu proporsional tertutup, masyarakat tidak akan lagi mengetahui kualitas anggota legislatif yang akan dipilih karena elite parpol yang akan menentukan wakil rakyat.
"Sistem proporsional tertutup seperti membeli kucing dalam karung, karena yang menentukan adalah partai politik. Selama ini rakyat mengadu ke anggota legislatifnya yang terpilih. Nah, nanti masyarakat tidak tahu harus mengadu ke siapa," kata Yunus kepada wartawan, Jakarta, Selasa (17/1/2023).
baca juga:
"Partai tentu akan mendahulukan elitnya untuk parlemen. Berbeda dengan system terbuka, dimana 'kualitas orang' menjadi sangat penting. Legislatif benar-benar hasil pilihan rakyat, karena setelah melewati proses penyaringan/verifikasi dan orang-orang bekerja keras mencari suara agar lolos ke parlemen," katanya.
Yunus pun membeberkan, kekurangan system pemilu proporsional tertutup yaitu adanya pengkondisian mekanisme pencalonan kandidat wakil rakyat yang tertutup di tingkat elite. Hal itu kemudian juga akan menguatkan oligarki dan nepotisme di internal partai politik dan terbukanya potensi politik uang di internal partai dalam bentuk jual-beli nomor urut.
"Sekali lagi melihat sejumlah kekurangan tersebut, sebaiknya MK menolak uji materi UU Pemilu. Saat ini, menyongsong pesta demokrasi terbesar Indonesia, memang konstitusi kita tidak mengatur tentang sistem pemilu, apakah proporsional terbuka atau tertutup. Karena itu, penentuan sistem pemilu sebaiknya tidak diserahkan ke MK, karena tidak ada isu konstitusionalnya," tegas Yunus.
Sementara kepada kelompok yang mengusulkan sistem proporsional tertutup, Yunus menyarankan agar mereka membaca lagi pasal 22E ayat (2): Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPRD, Presiden, Wakil Presiden, dan DPD.
"Jadi, sekali lagi, pemilu itu memilih anggota DPR, bukan memilih partai politik," tegaa dia.
Lebih jauh, Yunus menjelaskan, pemilihan sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup merupakan kewenangan penuh dari pembentuk UU, yaitu Presiden dan DPR atau disebut Open Legal Policy (OLP) pembentuk UU itu.
Pada tahun 2008, MK juga telah mengabulkan tuntutan pemohon tentang pengujian UU 10 tahun 2008 terkait pemilihan anggota DPR, DPRD terhadap UU 1945 dan Putusan MK No 22-24/PUU-VII/2008. Keputusan ini kemudian membawa Indonesia dalam system proporsional terbuka yang sampai saat ini masih diterapkan.
"Sistem proporsional tertutup pernah berlaku di Indonesia di zaman orde baru, masa sudah melewati reformasi, kita kembali ke era orde baru lagi. Pemilu sistem proporsional terbuka ini mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan. Terbangunnya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih," pungkas Yunus.[]
Sentimen: netral (99.1%)