Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Bekasi, Cianjur
Kasus: kecelakaan
Tokoh Terkait
Muncul Larangan Siswa Bawa dan Mainkan Lato-Lato di Sekolah, Pakar Singgung Aturan
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Lato-Lato menjadi permainan yang tengah digandrungi saat ini. Dari zaman ke zaman, permainan yang telah masuk ke Indonesia sejak lama dan mempunyai
sejumlah manfaat itu justru menuai represi.
Darsih (67), warga asal Desa Nanggeleng, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, itu agak kaget melihat cucunya membeli lato-lato. "Naha jeung aya deui (Kok ada lagi)," katanya di kediamannya, Kamis 12 Januari 2023.
Permainan ini mengingatkan Darsih dengan permainan yang sama kala masih anak-anak. Darsih kecil pernah pula memainkannya. "Ramai," ucapnya menggambarkan suasana anak-anak kampung tempo dulu memainkannya.
Suasana itu tak jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Bunyi khas lato-lato pun nyaris terdengar dari setiap sudut kampung dan kota. Namun sebagian orangtua mengaku khawatir lato-lato dapat mengancam keselamatan anak-anak, di samping suaranya yang bising.
Baca Juga: Aliansi Cugenang Menggugat Demo di Kantor Bupati Cianjur, Tuntut Kejelasan Bantuan Jokowi
Seperti halnya Lutfiya (39), warga Kabupaten Bandung dengan tiga anak itu, memiliki anak bungsu yang duduk di bangku kelas III SD. Bocah laki-laki itu diakui pernah memainkan lato-lato, namun dia belum membelinya hanya meminjam dari saudaranya yang lain.
"Saya pribadi kurang mendukung anak bermain lato-lato tersebut jadi ya belum dibeliin," kata dia.
Terlebih, lanjut Lutfiya, adanya kejadian anak yang diakui dia tetangganya terluka akibat lato-lato yang dikhawatirkan menyebabkan kebutaan.
Orangtua lain, Susan (35), tak memungkiri di sisi lain lato-lato melatih motorik anak dan bisa melatih konsentrasi anak ketika memainkan segala gaya lato-lato. Namun, di sisi lain juga membahayakan anak karena dari bahan memang keras kalau belum terlatih mengakibatkan kecelakaan fatal seperti terlempar. "Ada yang kena mata," tuturnya.
Baca Juga: Satu Keluarga di Bekasi Ditemukan Tergeletak dengan Mulut Berbusa, Dua Orang Meninggal Dunia
Zaini Alif, Ketua Umum Pusat/Nasional Komite Permainan Rakyat dan Olah Raga Tradisional Indonesia memperkirakan, lato-lato masuk ke Indonesia pada 1970-an. Ada yang menyebut permainan tersebut dengan nama noknok.
Jika ditelusuri lagi, lato-lato bahkan sudah dikenal dan dimainkan di Amerika Serikat pada 1960-an. "Sampai ada kompetisi tahunan di sana," tutur Zaini.
Namun, lanjutnya, permainan yang menyerupai bolas atau boleadoras atau senjata untuk menangkap binatang di Argentina tersebut sempat dilarang pemerintah. Soalnya, lato-lato kala itu dianggap berbahaya karena bulatan pada ujung talinya berbahan kaca yang mudah pecah.
Perubahan terjadi sewaktu lato-lato masuk ke Indonesia. "Bahan-bahannya berubah dari bahan kaca menjadi plastik polimer," ucapnya.
Terkadang, kreativitas juga muncul dengan mengganti bahan bandul atau bulatan pada tiap ujung tali dengan benda lain. Zaini misalnya, pernah memainkan lato-lato dengan menggunakan bandul dari jambu batu tua pada masa kecilnya sekitar 1970-1980-an. "Saya juga pernah dapat yang bahan plastik," tuturnya.
Meskipun ada perubahan dengan menggunakan bahan yang lebih aman, larangan terhadap permainan tersebut tetap ada. Ia mencontohkan, larangan permainan itu pernah terjadi di Mesir. Lato-lato dianggap menyinggung Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi. Permainan tersebut dianggap mengolok-olok sang presiden.
"Secara eksplisit mengacu kepada testikel Asisi," ucap Zaini.
Pemerintah Asisi pada 2017 pun menyita ribuan lato-lato karena persoalan itu. Represi lato-lato juga berlanjut di negeri ini. Di Kota Bandung misalnya, muncul larangan bagi pelajar membawa dan memainkannya di lingkungan sekolah.
Padahal, semua permainan juga mengandung risiko atau bahaya. "Egrang kalau dimainkan tidak sesuai aturan bisa terjatuh, berbahaya," ucapnya.
Untuk itu, komite yang dipimpin Zaini mengajak para pengurus di tiap provinsi untuk menyusun pembakuan aturan lato-lato. "Lomba itu seperti apa, ada aturannya agar tidak berbahaya, ada wasitnya, ada pengawasnya. Itu Menaggapi ada pelarangan-pelarangan (lato-lato) di daerah," tuturnya.
Menurutnya, ketiadaan aturanlah yang membuat permainan ini dianggap berbahaya serta menuai larangan. Cara memainkan juga perlu dibuat aturan seperti adanya radius atau jarak aman dan gerakannya.
Zaini justru melihat viralnya lato-lato sekarang menjadi kesempatan bagi anak-anak untuk kembali kepada permainan aktivitas fisik. "Enggak lagi aktivitas depan komputer, telefon genggam," katanya.***
Sentimen: negatif (99.2%)