Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Bekasi, Tasikmalaya, Ponorogo
Baru Terjadi di Beberapa Wilayah, Kasus Keracunan "Chiki Ngebul" Tak Ditetapkan Jadi KLB
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2023/01/06/63b7e60282c80.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ungkap alasan kasus keracunan usai mengonsumsi "chiki ngebul", tidak ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Direktur Penyehatan Lingkungan (PL) Kemenkes Anas Ma'ruf mengatakan, penetapan KLB melihat dari besarnya persoalan yang ditimbulkan.
Baca juga: Wagub Uu Larang Penjualan Chiki Ngebul di Jabar, Keracunan di Tasikmalaya Harus Jadi yang Terakhir
Sedangkan saat ini, kasus keracunan "chiki ngebul" baru terjadi di beberapa wilayah sehingga status KLB tak bisa begitu saja ditetapkan.
"Saat ini kejadian baru sporadis, masih di beberapa tempat yang tersebar sehingga yang kita utamakan bagaimana melakukan kewaspadaan," kata Anas Ma'ruf dalam konferensi pers secara daring, Kamis (12/1/2023).
Anas menuturkan, Kemenkes juga belum menginstruksikan pelarangan penjualan makanan dengan nitrogen cair.
Teranyar, Kemenkes hanya merekomendasikan agar tidak menggunakan nitrogen cair pada pangan siap saji, utamanya makanan ringan yang dijual di pinggir jalan.
Rekomendasi ini tertuang dalam Surat Edaran KL.02.02/C/90/2023 tentang Pengawasan terhadap Pengunaan Nitrogen Cair pada Produk Pangan Siap Saji.
"Jadi untuk para pelaku usaha yang di pasar malam atau yang di masyarakat, itu kita rekomendasikan tidak menggunakan nitrogen cair mengingat ada beberapa kasus yang dilaporkan akibat konsumsi chiki ngebul," tutur Anas.
Baca juga: Kemenkes: Kasus Keracunan Chiki Ngebul Jadi 10, Mayoritas Anak-anak
Karena statusnya bukan KLB, pola pembiayaan tidak ditanggung pemerintah bila terjadi keracunan. Anas bilang, biaya perawatan yang berlaku saat ini sesuai dengan mekanisme pembiayaan, yaitu menggunakan asuransi atau cara lainnya.
"Karena ini belum KLB, maka pembiayaan mengikuti pola seperti yang biasa, apakah gunakan asuransi atau BPJS atau metode yang lain," jelas Anas.
Sebagai informasi, total kasus keracunan "chiki ngebul" menjadi 10 kasus, setelah Kemenkes kembali menerima laporan adanya penambahan satu kasus di wilayah Jawa Timur pada Kamis (12/1/2023).
Baca juga: Pemkot Bekasi Larang Penjualan Chiki Ngebul Usai 4 Anak Jadi Korban
Satu kasus pertama terjadi di desa Ngasinan, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo pada Juli 2022.
Kemudian pada tanggal 19 November 2022, UPTD Puskesmas Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya melaporkan telah terjadi KLB keracunan pangan dengan jumlah kasus 23 orang.
Setelah dilakukan investigasi dan penyelidikan epidemiologi, hanya tujuh anak yang memiliki gejala keracunan, sedangkan 16 anak lainnya tidak ada gejala. Adapun gejala yang dirasakan berupa mual, muntah, pusing, dan sakit perut.
Baca juga: Kemenkes Ungkap Efek Keracunan Chiki Ngebul, dari Luka Bakar hingga Kerusakan Organ
Dari tujuh anak tersebut, sebanyak enam di antaranya dirawat di Puskesmas, dan satu kasus dirujuk ke rumah sakit. Namun, anak tersebut kemudian dipulangkan setelah satu hari diobservasi.
Lalu pada tanggal 21 Desember 2022, UGD Rumah Sakit Haji Jakarta melaporkan menerima pasien anak laki-laki berumur 4,2 tahun datang dengan keluhan nyeri perut hebat setelah mengonsumsi jajanan jenis chiki ngebul.
-. - "-", -. -
Sentimen: negatif (97%)