Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Institusi: UNPAD
Kab/Kota: Bogor
Tokoh Terkait
Masjid Al Jabbar dan Citra Politik jelang Pilpres 2024
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT – Siapa pun tidak ada yang berani menyebutkan bahwa Masjid Al Jabbar adalah masjid yang biasa-biasa saja, seperti umumnya masjid lainnya yang dibangun untuk ibadah umat Islam. Keindahan arsitekturnya yang sengaja diposisikan seolah terapung di atas danau dan peresmiannya menjelang masuk tahun politik 2024 menjadikan Masjid Al Jabbar menuai pro dan kontra. Bahkan, trending topic berminggu-minggu di jagat media sosial.
Jika saja arsitek dan alpukahnya bukan Ridwan Kamil, tentunya ”kebisingan” tidak akan sekencang itu. Siapa pun tahu bahwa Ridwan Kamil adalah salah satu kandidat yang cukup diperhitungkan dalam Pilpres 2024 mendatang.
Diposisikan sebagai presiden atau wakil presiden, Ridwan Kamil cenderung memiliki keuntungan citra politik tersendiri bila dipasangkan dengan kandidat lainnya. Dalam konteks komunikasi politik, apa pun yang dilakukan Ridwan Kamil tentu akan mengundang persepsi politik publik, baik yang pro maupun kontra.
Terlebih Ridwan Kamil masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat (provinsi pendulang suara terbesar pilpres), yang tentunya seluruh gerak interaksionisme-simbolik yang melekat dalam dirinya sebagai elite politik akan terus dipantau publik. Termasuk kalkulasi keuntungan citra politik yang mungkin didapatkannya dari Masjid Al Jabbar.
Baca Juga: Adakah yang Salah di Balik Megahnya Pembangunan Masjid Al Jabbar?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), citra di antaranya didefinisikan sebagai rupa, gambar, atau gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, dan produk. Sementara citra politik didefinisikan sebagai gambaran diri yang ingin diciptakan oleh seorang tokoh.
Dalam realitas empiris, citra terkonstruksi berdasarkan informasi yang diterima melalui media-media komunikasi massa, yang bekerja membentuk dan merekayasa, mempertahankan, serta meredefinisikan citra.
Mekanisasi pembentukan citra atau kesan terhadap objek (apakah pribadi, perusahaan, organisasi, maupun produk), secara psikologis melibatkan empat komponen penting dalam diri seorang individu, yakni persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap.
Baca Juga: Kemegahan Masjid Raya Al Jabbar Merupakan Keadilan dalam Kacamata Kecil Gubernur Jawa Barat
Dalam konteks komunikasi politik, citra politik yang baik, dengan sendirinya akan meningkatkan popularitas dan elektabilitas elite politik. Sebaliknya, citra politik yang buruk akan mendegradasinya. Maka menjadi hal yang wajar bila politisi tohtohan melakukan aktraktivitas pencitraan politik.
Logikanya, semakin dapat menampilkan citra baik, peluang untuk meraup dukungan pemilih semakin besar. Substansinya adalah strategi dan taktik untuk memengaruhi pengetahuan, kepercayaan, dan tindakan politik publik.
Namun dalam praktiknya, pembentukan citra politik itu tidak semua berakhir sesuai dengan harapan. Tidak sedikit yang justru malah kehilangan kekuatan penarik perhatian. Citra yang sebelumnya diharapkan mampu menciptakan kejutan, stimulasi, dan gebrakan informasi tak terduga, sering berubah menjadi pengulangan-pengulangan yang terduga.
Citra yang estetis dan berselera tinggi karena kehabisan perbendaharaan simbol dan tanda, tidak jarang berubah menjadi citra murahan dan dangkal. Salah satunya, akibat citra politik ditampilkan dalam jumlah banyak, frekuensi tinggi, dan waktu yang cepat, sehingga pesannya tidak lagi menarik perhatian publik, atau bahkan justru mengundang antipati.
Baca Juga: Ramai Kritikan atas Pembangunan Masjid Raya Al Jabbar, Ridwan Kamil: Itu Bukan Hanya Masjid
Peluang pilpres
Pilpres 2024 memang terhitung masih lama. Namun dalam kalkulasi politik, setiap detik waktu itu sangat berharga. Apalagi sampai detik ini secara definitif belum jelas siapa yang menjadi calon presiden dan wakil presidennya. Bagi siapa pun tokoh dan elite politik yang dianggap memiliki peluang menjadi calon presiden dan wakil presiden, segala peluang yang ada harus dimanfaatkan guna mendapat citra politik yang positif, agar popularitas dan elektabilitas politik terus menanjak.
Sebagai salah satu elite politik yang cukup diperhitungkan, Ridwan Kamil tidak dapat mengelak dari realitas ini. Dalam pandangan komunikasi politik, bagaimanapun Ridwan Kamil membutuhkan ikhtiar untuk dapat menonjolkan citra terbaik dirinya di mata publik, sekaligus pembuktian eksistensinya sebagai elite pemimpin nasional terkemuka.
Dalam posisinya sebagai Gubernur Jawa Barat, salah satu ikhtiar marketing politik yang cukup kalkulatif dalam melambungkan popularitas dan elektabilitasnya adalah ”memanfaatkan” kemegahan Masjid Al Jabbar yang konon biayanya menelan Rp1 triliun dana APBD.
Namun, bila tidak didesain dengan bahasa komunikasi simbol dan tanda yang tepat, pembentukan citra politik sering kali berakhir tojaiyah dengan harapan. Citra nilai estetis dan berselera tinggi
yang eksplisit-implisit dimunculkan dari kemegahan Masjid Al Jabbar, bisa berubah menjadi citra murahan dan bahkan dangkal.
Reaksi keras publik yang ramai di jagat media sosial adalah bukti bahwa tidak semua dampak komunikasi politik bernilai estetis dan berselera tinggi berakhir menggembirakan.
Dalam sistem demokrasi hari ini, kemasan citra politik memang sangat menentukan. Namun, tidak berarti publik akan terpukau begitu saja. Publik tetaplah publik. Nalurinya untuk menemukan pilihan terbaik dan faktual dalam pilpres adalah cita-cita dan harapannya.
Jangan sampai ungkapan sarkastis yang tertulis dalam kaos-kaos yang beredar di media sosial ”kenyataan di lapangan rakyat Jawa Barat tak seindah postingan Ridwan Kamil” adalah benar dan faktual. Cag... (Asep Gunawan - Dosen Komunikasi Politik Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor, Doktor Komunikasi Politik Unpad, dan Pendiri Kopi Antik Inspire)***
Sentimen: positif (100%)