Sentimen
Positif (100%)
8 Des 2022 : 08.36
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Dubai

Banyak Lulusan SMA Memilih Jadi PMI, Ada yang Sukses, Ada yang Pulang Bawa Anak

8 Des 2022 : 08.36 Views 14

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

Banyak Lulusan SMA Memilih Jadi PMI, Ada yang Sukses, Ada yang Pulang Bawa Anak

PIKIRAN RAKYAT - Sejumlah remaja lulusan SMA/SMK sederajat di Blok Kaputren, Desa Putridalem, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka banyak yang lebih memilih untuk bekerja di luar negeri menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dengan negara tujuan Hong Kong, Taiwan, Korea, atau Jepang.

Pertimbangannya, gaji yang ditawarkan lebih tinggi mencapai belasan hingga puluhan juta, dibandingkan harus melanjutkan sekolah yang belum tentu bisa mendapat kerja yang lebih baik dengan gaji tinggi.

Tak heran jika banyak orang tua yang begitu anaknya lulus SMA/SMK, diminta untuk berangkat ke luar negeri.

Karena tingginya pekerja migran ini, masyarakat setempat banyak yang menguasai 2-3 bahasa karena saking sering dan lamanya bekerja di luar negeri. Siti Badriyah dan Nunung Nuraeni misalnya.

Baca Juga: Jokowi Ancam Tak Lagi Kirim TKI, Malaysia Ketar-Ketir

“Saya 8 tahun di Taiwan dan Nunung 12 tahun, jadi wajar kalau kami mampu berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Taiwan atau Mandarin,” ungkap Siti Badriyah.

Warga lainnya juga sangat fasih menggunakan bahasa Inggris, Arab, atau Korea. Biasanya, mereka mengajari anak muda yang hendak berangkat ke luar negeri.

Tokoh pemuda setempat Yahya Sunarya menyebutkan, hampir 40 persen lebih warga di kampungnya, bekerja keluar negeri dengan negara tujuan Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, serta Arab Saudi. Bulan ini ada sekitar 60 orang yang bekerja di luar negeri.

“Bagi lulusan SMA atau SMK, mereka bekerja di Taiwan, Jepang, Korea, atau Singapura. Yang berpendidikan rendah sekadar SD sederajat bekerjanya ke negara Timur Tengah, ada yang ke Dubai, Abu Dhabi, Kuwait, Oman, Qatar, atau Turki. Tidak semua sukses karena yang pulang bawa anak atau hamil juga banyak," kata Yahya.

Baca Juga: Menaker Diminta Tak Buru-buru soal Penempatan PMI ke Arab Saudi

Namun, ada juga pekerja yang menetap di negara tempatnya bekerja karena menikah dengan warga asing. Menurut sejumlah warga, kepergian masyarakat Putridalem ke luar negeri mulai marak tahun 1994.

Masyarakat yang biasa bekerja sebagai pekerja bangunan sepi order, penggali pasir juga sama tak laku, penjahit juga sepi.

Suatu saat ada agen TKI Arab Saudi yang mencari pekerja sebagai penjahit. Orang pertama yang nekat bekerja ke Arab sebagai penjahit adalah Cutin, Samija, dan Misriyah saat usia mereka di atas 50 tahun.

Di antara mereka yang bekerja hingga 20 tahun. Selama bekerja di Arab, suaminya berdagangdan kuli bangunan. Anak-anak diasuh suami atau dititipkan di ibu atau mertuanya.

Baca Juga: Dalih Beri Tumpangan Gratis, TKI di Malaysia Tak Diberi Gaji Selama 7,5 Tahun

Ketika krisis moneter terjadi tahun 1997, permintaan tenaga kerja datang juga dari Abu Dhabi, Kuwait, Oman, Qatar, dan Turki.

Hingga, ratusan warga berangkat bekerja ke negara tersebut. Baru pada tahun 1998 hingga tahun 2000, wilayah Asia seperti Taiwan dan Korea Selatan membuka lowongan kerja dengan gaji yang lebih besar.

Maka, masyarakat pun beramai-ramai bekerja ke negara tersebut. Selain karena gaji yang besar, risiko kerja juga lebih rendah.

“Jarang yang gajinya tidak dibayar atau mendapat kekerasan fisik. Mereka yang gagal bekerja di Timur Tengah akhirnya melamar ke Taiwan atau Korea. Untuk pendidikan rendah mengurus lansia, yang pendidikan lebih tinggi bekerja di pabrik,” tutur Yahya.***

Sentimen: positif (100%)